Pendahuluan
Syekh Shafiyurrahman Al-Mubarakfury dalam karyanya yang terkenal, “Ar-Rahiqul Makhtum,” membeberkan kisah menarik tentang kesaksian pendeta Buhaira terhadap kenabian Muhammad, Nabi terakhir umat manusia.
Kisah Perjalanan Ke Syam
Ketika Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berusia dua belas tahun, sang paman Abu Thalib mengajaknya dalam perjalanan dagang ke Syam yang saat itu berada di bawah kekuasaan bangsa Romawi. Mereka berhenti di gunung pasir sambungan Jabal Hauran, di mana terdapat tempat bertapa yang ditempati oleh pendeta sakti bernama Buhaira.
Misteri Awan Putih
Di atas gunung pasir, Buhaira melihat awan putih yang memayungi kafilah unta Rasulullah. Saat kafilah berhenti di kaki gunung, awan putih turut berhenti, digantikan oleh pohon-pohon yang condong sehingga daun-daunnya bisa dipegang. Pohon tersebut memberikan teduh kepada seorang anak yang sedang beristirahat. Buhaira yakin bahwa ini adalah tanda-tanda kenabian yang dijelaskan dalam kitabnya.
Pertemuan dengan Rasulullah
Buhaira menyaksikan lebih lanjut saat kafilah membuat perkemahan. Setelah kafilah selesai makan, Buhaira mendekati Rasulullah dan mengucapkan sumpah demi dewa-dewa yang disembah saat itu. Rasulullah dengan tegas menolak dan mengajaknya menyembah Allah. Buhaira, yang terkesan dengan reaksi Rasulullah, memahami bahwa ini bukan sekadar pemuda biasa.
Bukti Kenabian Terungkap
Buhaira melanjutkan pembicaraan dengan Rasulullah, membahas rumah, keluarga, dan impian-impian. Namun, dia masih ragu. Allah kemudian memperjelas bahwa Muhammad adalah seorang nabi saat kerah jubahnya tersingkap, dan Buhaira melihat tanda kenabian di pundak Rasulullah sesuai dengan yang tertera dalam kitabnya.
Peringatan Abu Thalib
Buhaira, yakin akan kenabian Muhammad, mendekati Abu Thalib dan memberikan pesan untuk menjaga dan membawa pulang Rasulullah. Dia memperingatkan bahwa bahaya bisa datang dari orang Yahudi yang tidak menyukai kehadiran nabi terakhir.
Kesimpulan
Kesaksian Buhaira adalah salah satu bukti awal tentang kenabian Muhammad. Kisah ini mencerminkan pengakuan dari tokoh terkemuka pada masa Jahiliyah, menunjukkan bahwa kebenaran Islam telah dikenali oleh beberapa orang pilihan sebelum kedatangan agama tersebut.